Entri Populer

Rabu, 02 Maret 2011

Hizbullah Vs Hizbusyaithon


“ Perangilah orang-orang kafir dengan harta-harta kalian, jiwa kalian, dan lisan kalian”

Kekuatan merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan guna terciptanya ‘izzah (kemuliaan). Bukanlah kekuatan yang dimaksud disini dengan kekerasan tanpa kontrol yang jelas, membabi buta secara fisik serta memaksakan kehendak terhadap orang lain dengan paksa. Tapi kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan yang berpijak diatas dasar-dasar hukum yang sudah diatur oleh yang Maha Tahu akan kebutuhan setiap individu.

Agama Islam merupakan sebuah kekuatan yang dengannya kemaslahatan umat tercipta, harga diri manusia terangkat.
Islam adalah harokah (gerakan) dimana gerakan ini memerlukan kekuatan untuk menjalankan roda aktivitas ibadah bagi makhluqnya, aktivitas da’wah bagi para penyerunya dan aktivitas mu’amalah bagi para pemeluknya.

Disamping aktivitas ruhiyah, hubungan seorang hamba terhadap khaliqnya tidak pernah lepas dari aktivitas badaniah seperti halnya shalat dimulai dari takbir dengan mengangkat kedua tangan, ruku dan sujud dengan membungkukan badan. Hingga diamnya duduk tasyahud awal dan akhir tidaklah islam memberikan peluang sedikitpun untuk diam seluruh anggota badannya, hingga disyariatkan untuk menggerak-gerakan telunjuknya sambil berdo’a seperti yang diriwayatkan oleh Wail bin Hujr.

Begitu juga pada ibadah yang lainnya seperti ibadah Haji dari mulai Thawaf mengelilingi Ka’bah, Sa’I (lari-lari kecil) dari Shafa ke Marwah, dan banyak lagi aktivitas ibadah yang lainnya yang memerlukan kekuatan badaniah disamping kekuatan ruhiyah.




Atas dasar demikian tidaklah heran bagi kita melihat sabda Nabi SAW menyeru umatnya untuk menjaga kemuliaan jati diri seorang mu’min dengan sebuah kekuatan hingga menjadi sebuah keutamaan bagi seorang mu’min yang kuat dibanding mu’min yang lemah. Namun perlu digaris bawahi bahwa bukanlah yang nabi maksud adalah kekutan yang hanya terbatas pada kekutan badannya yang kekar. Akan tetapi meliputi kekuatan akal, kekuatan akhlaq, kekuatan jiwa, dan yang paling utama adalah kekuatan iman.

Seorang mu’min yang kuat diharapkan dengan kekuatan tangannya, ia bisa merobah kemungkaran. Dengan kekuatan akalnya ia bisa melindungi pemahaman Islam yang lurus dari pemikiran-pemikiran sesat dan radikal. Dan dengan kekuatan akhlaqnya ia tidak mudah terhempas oleh derasnya arus kema’siatan yang meraja lela.

Sebuah gambaran yang sangat mengerikan telah menjadi sejarah yang tidak mudah terlupakan dimuka bumi ini, ketika berseterunya dua kekuatan antara kekuatan haq yang diilhami dari wahyu Ilahi dan Kekuatan Bathil yang telah di motori oleh aktor-aktor dengan bermodalkan jiwa fir’aun dan otak Haman dengan nama Hizbusyaitan.

Sebuah kekuatan akal telah ikut ambil bagian dari perhelatan antara yang Haq dan yang Bathil. Dengan faham liberalisme. al-Qur’an begitu mudahnya mereka mainkan dengan pernyataan-penyataan tanpa argument yang jelas dengan mengatakan al-Qur’an itu profan dan fleksibel. Sehingga diperkenankan bermain-main dengan al-Qur’an tanpa ada beban sedikitpun. Kritikan terhadap al-Qur’an tersebut merupakan sikap latah terhadap kritikan umat terdahulu atas kitab Jabur yang dibawa oleh Nabi Daud dan Kitab Injil yang dibawa Nabi Isa. Namun apakah nasib al-Qur’an akan sama dengan Jabur dan Injil ? tentunya pertanyaan tersebut begitu mudahnya kita jawab dengan mengatakan :  tidak !. karena Allahlah yang senantiasa menjaga kemurnian al-Qur’an dari segala benturan dari luar. “ Sesungguhnya kami telah menurunkan adz-Dzikra (al-Qur’an) dan kami pulalah yang senantiasa menjaga dan memeliharanya “ QS. Al-Hijr 9.
Namun tentunya umat muslim tidak begitu saja diam diri dan tenang hanya dengan sebuah keyakinan bahwa Allah yang akan menjaga dan menjamin akan kemurnian al-Qur’an. Karena kemurnian al-Qur’an harus diberengi dengan pemahaman dan pentafsiran yang benar akan pesan-pesan Ilahi yang terkandung didalamnya. Sementara pemahaman yang berkembang saat ini begitu banyak hingga menimbulkan pro dan kontra. Dan juga yang membingungkan masyarakat awam adalah ketika yang pro dan kontra masing-masing merasa benar akan pemahamannya.

Begitulah sebuah kekuatan antara yang haq dan bathil memainkan peranannya di muka bumi ini. Dan telah banyak ikut bagian mengisi lembaran sejarah. Dimulai kekuatan batil yang dimiliki Qobil untuk membunuh Habil berupa kekuatan fisik. Fir’aun menganggap dirinya tuhan dengan kekuatan tahta. Qorun mengingkari tuhan dengan kekuatan harta. Kaum Liberalisme dan Fluralisme dengan kekuatan aqal. Hingga kekuatan yang haq yang dimiliki para nabi memberikan penerangan dengan kekuatan wahyunya. Para sahabat mendukung dan melaksanakan syariatnya dengan kekuatan imannya.  

Kekuatan Fisik dengan senjatapun telah mewarnai lembaran sejarah demi mempertahankan sebuah Idiologi masing-masing. Bumi tanah Palestina adalah sebuah contoh perang kekuatan antara Hizbullah dan Hizbusyaitan. Dimulai pada abad ke 20 kekuatan Hizbusyaitan yang dimotori oleh zionisme berkedok Yahudi memporak porandakan tanah palestina hingga ketentramanpun terusik. Rumah-rumah ibadah dihancurkan hingga ratusan para jemaah yang hendak dan telah melaksanakan shalat mati melayang. Seorang anak menangisi ibunya yang ditembak ditengah perjalanan hendak kepasar. Sekolah-sekolah lama dan yang baru dibangun dihancurkan hingga puluhan anak tanpa dosa banyak yang korban.

Bumi jihad di negri Afganistan juga masih menjadi berita utama dibeberapa media masa, dimana bom syahid dari kaum yang tertindas satu-satunya perlawanan yang mereka lakukan tanpa ada pilihan lain untuk mempertahankan diri dari kekuatan Dajjal sang aktor musiman yaitu Amerika. 

Hingga diakhir kemelut yang tak kunjung tiba, secara mendadak muncul sebuah pertanyaan. Kapan kekuatan Islam itu akan bangun dan  memainkan peranan penting sebagai pemimpin dunia?




Dimana gerangan Kekuatan Hizbullah yang akan menjadi motor penggerak bangkitnya gerakan-gerakan Islam yang kuat. Sudah jelas, kekuatan Islam ini memerlukan pelopor untuk membangunkan kekuatan-kekuatan yang masih tidur dan terlelap dengan manisnya dunia. Dimulai dari gerakan da’wah. Memberikan pemahaman Islam yang jelas dan lugas terhadap masyarakat Islam. Hingga muncul kesadaran diri untuk ikut ambil bagian membangun kekuatan Islam. Para Agniya yang diberi kelapangan harta memberikan kemudahan pasilitas sebagai penunjang da’wah dengan membangun Sekolah-sekolah Islam, mesjid-mesjid, perpustakaan yang memuat buku-buku Islami. Para kaum wanita memberikan dukungan dan semangat terhadap para suaminya didalam Amar Ma’ruf Nahyi Munkar dan para kaum bapak mendidik anak-anaknya selain Pendidikan rohani juga Pendidikan Fisik seperti Olah raga. Rasulullah SAW pernah bersabda : “ Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah dan naik kuda “. Sehingga sebuah hasil dari usaha demikian dengan Izin Allah akan muncul kejayaan Islam dari Satu Kekuatan dibawah Kekhalifahan Islam dengan dimulainya gerakan suci memerangi kekuatan Iblis.  Wallahu ‘A’lam bish-showab.

Silaunya Dunia

“Beribu Nasehat telah di ucap, Berjuta kata Petuah telah di tulis, namun masih saja banyak yang jatuh terhempas dengan derasnya arus dunia hingga kejurang kehinaan”.

Seorang Pemimpin dengan seenaknya menggunakan kekuasaan untuk menindas rakyat yang tak berdosa. Para pejabat dengan tanpa malu memakan uang yang bukan haknya. Para Artis dengan tanpa dosa memperlihatkan auratnya, Para Pelajar tanpa punya rasa tanggung jawab menyia-nyiakan waktu dengan berleha-leha yang mestinya ia gunakan untuk belajar.

Gemerlapnya dunia membutuhkan kaca mata berfikir yang kreatif dan mata hati yang bersih hingga tidak cepat silau dengan apa yang tampak manis di rasa hijau dilihat.

Perhelatan yang sangat jelas antara pro dan kontra baik perpolitikan yang akhir-akhir ini memanas, perang pisik maupun perang pemikiran, Perekonomian yang turun naik, merupakan sesuatu yang sudah tidak menjadi tabu di kalangan masyarakat dari kalangan bawahan hingga kalangan atas, pejabat hingga konglomerat, pelajar hingga mahasiswa. Hingga diakhir perhelatan tercipta Pemenang dari yang kalah, Penjajah dari yang dijajah, Atasan dari bawahan, Pengusaha dari karyawan, yang terkenal dari yang terasing dan yang kaya dari simiskin.

Dengan kaca mata berfikir yang kreatif dan mata hati yang bersih, bagi seorang muslim harus menjadi catatan bahwa kedudukan yang tinggi para pemimpin, kecantikan para artis, kepopuleran para aktor, Kepintaran para cendikiawan, kekayaan para Hartawan tidaklah berarti jika tidak memiliki ketaqwaan yang tertanam dalam hati.

Cara berfikir seperti ini perlu kita tanamkan agar kita tidak cepat silau dengan apa yang mereka miliki.

Kedudukan, tahta dan jabatan masih menjadi tujuan utama untuk diperebutkan bagi para politikus untuk memberikan pengaruh terhadap ide dan gagasan-gagasannya.
Sebuah ayat begitu mudahnya mereka pelintirkan untuk mendapat dukungan yang kuat dari jama’ahnya. Ribuan milyar uang begitu mudahnya mereka bagi-bagikan kepada masyarakat untuk mendapatkan posisi yang starategis.
Alat-alat kosmetik berbahan kimiapun mengambil posisi penting di dalam persaingan para wanita guna memuaskan keinginannya untuk tampil cantik, dengan merobah sesuatu yang dirasa kurang, kulit hitam bisa dengan mudah menjadi putih, hidung pesek bisa dengan mudah menjadi bangir. Hingga tergiur untuk memamerkan auratnya dengan bangga didepan hal layak. Dirasa sayang, … jika sesuatu kelebihan pisik itu tidak dipertontonkan, hingga syariat islam dicampakkan.

Begitu tepatnya syaitan menempatkan Kekayaan dan kecantikan sebagai senjata hipnotisme untuk mempengaruhi jutaan umat manusia yang hidup didunia fana ini hingga banyak yang terhempas dan berguguran ditelan manisnya rayuan dan hijaunya penampakan.  
 
Mereka yang termakan rayuan manisnya dunia menganggap bahwa dunia beserta isinya cukup bagi mereka untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun sampai kapankah kebahagiaan itu akan mereka rasakan? hingga bencanapun memporak porandakan kebahagiaan itu tak tersisa.  Karena tanpa manisnya iman justru kebahagiaan itu ibarat bayangan di telan waktu, lama kelamaan akan hilang dengan terbenamnya matahari. sebaliknya, … ketakutan semakin mencekam serasa menggerogoti diri mereka ketika kekayaan yang mereka miliki takut hilang, kedudukan yang mereka nikmati takut lepas, kecemerlangan otak yang mereka agung-agungkan takut menyusut ditelan usia,  kecantikan yang mereka banggakan takut mengkerut ditelan waktu.

Sudah berapa banyak orang yang dilanda oleh kesedihan yang hina dari sesuatu hal yang sepele dan sia-sia. Alangkah lemahnya semangat dan tekad mereka seperti perkataan mereka yang tergambarkan dalam al-Qur’an pada ayat-ayat berikut  :

“Kami takut jika mendapat bencana” (QS. 5 : 52)
“Berilah aku izin untuk tidak ikut berperang, dan janganlah kamu (Muhammad) menjerumuskan aku dalam fitnah” (QS. 9 : 49)

Orang yang sudah tersilaukan dengan gemerlapnya dunia akan memiliki dua sifat seperti yang diprediksi oleh Rasulullah SAW : “Panjang angan-angan dan Benci akan kematian”.
Pikiran mereka hanyalah tertuju pada masalah perut, makanan, rumah, kedudukan, populeralitas tanpa sedikitpun untuk menghiasi diri dengan kelembutan iman.
Perhatian mereka sepenuhnya tertuju pada sesuatu yang bersifat konsumtif tanpa punya kepentingan-kepentingan besar untuk mengisi waktu mereka dengan sesuatu yang bermanfaat. Menuntut ilmu misalnya, melaksanakan ibadah seperti shalat, zakat, shaum dan haji, menebarkan salam, membantu yang lemah, dsb.

Bukannya Islam melarang untuk meraih kedudukan, popularitas, kesenangan dan kekayaan. Namun disana ada sesuatu hal yang perlu di perhatikan hingga tidak terhempas kedalam cara-cara yang kotor. 
Banyak para Jutawan tumbuh subur di negri kita dengan cara-cara yang kotor hanya karena tergiur dengan kekayaan yang hanya sesaat dengan mengkorupsi uang rakyat, akhirnya negara dirugikan dengan menumpuknya utang yang harus dibayar, beban biaya hidup yang sudah tidak bisa terjangkau oleh masyarakat biasa.
Banyak para Pemimpin yang menyalahgunakan kedudukannya dengan cara yang tidak terpuji. Menghianati kepercayaan, menindas dan menyerang yang lemah. Permusuhan dan peperangan antar daerah, etnis, dan negara merupakan kenyataan dari bobroknya seorang pemimpin yang hanya ingin memuaskan nafsunya saja yang hanya sesaat.

Mereka para pelajar yang bermental kapas menyalahgunakan kewajibannya untuk menuntut ilmu dengan cara-cara kotor untuk meraih nilai dan prestasi, tanpa mau bersusah payah menempuh waktu dengan belajar dan menghapal. Bisanya hanya hura-hura tanpa berfikir apa jadinya masa depan mereka kelak.  Hingga tanpa mengikuti sekolah secara formalpun dalam satu hari orang begitu mudahnya mendapatkan Izajah. Alhasil kreatifitas berfikir mereka terbatas hingga menghasilkan orang-orang yang lemah dan bodoh. Begitu mudahnya mereka mengikuti perkataan dan pendapat seseorang tanpa mau susah payah untuk mengkaji kebenaran pemahaman tersebut.
    
Orang akan lebih cenderung untuk memilih yang praktis ketimbang bertele-tele. Layaknya Jaring-jaring yang tersimpul rapih tergantung diemperan pasar dilewat begitu saja oleh pembeli karena disampingnya ada penjual ikan siap untuk dimasak,  sehingga banyak para pemuda pengecut yang bisanya hanya main wanita tanpa mau bertanggung jawab dalam pernikahan. Para pedagang dengan mengurangi timbangannya untuk lebih cepat dapat untung. Para artis sanggup menggadaikan apa yang dimilikinya guna meraih populariatas. Bahkan sekaliber ulama dalam pandangan manusia sekalipun berani menjual ayat-ayat dengan membolehkan sesuatu yang sudah jelas diharamkan oleh Allah SWT dan mengharamkan apa yang dihalalkanNya demi sesuatu yang mereka tuju yaitu Kedudukan dan Popularitas.

Hingga dengan carut marutnya kondisi dunia dalam kaca mata Islam saat ini, jauh hari sebelumnya Rasulullah SAW mewanti-wanti umatnya akan tipu daya dunia yang setiap detiknya sanggup merobah keimanan seseorang menjadi kupur, Kedermawanan seseorang menjadi pelit, amanah menjadi khianat, Keoptimisan menjadi pesimis, kekuatan menjadi lemah, keadilan menjadi dzalim, kelembutan hati menjadi keras, ketawadluan  menjadi sombong, begitulah seterusnya.

Namun dengan keimanan dan ketaqwaan yang kita miliki paling tidak akan merasa cukup dengan apa yang telah Allah beri dan tidak membuat kita silau dengan dunia, tanpa harus bersedih hati katika sesuatu yang kita harapkan tidak kita miliki seperti apa yang mereka miliki, atau berbangga diri dengan apa yang kita miliki Seperti apa yang tidak mereka miliki. Wallahu ‘A’lam bishawab.



ULAMA YANG TERLAHIR DARI MANUSIA-MUNUSIA SISA

Mempelajari Ilmu Agama, memahami dan mengamalkannya merupakan kewajiban yang bukan hanya milik para Ulama dan para Santri. Tapi sejujurnya merupakan kewajiban setiap orang muslim. Namun dengan minimnya jumlah Ulama yang ada dan minimnya pengetahuan masyarakat akan ilmu agama merupakan penyebab akan kekeliruan pola pikir mereka. Seolah-olah realita yang tumbuh dimasyarakat komunitas muslim saat ini berkata bahwa tugas ulamalah yang hanya untuk mempelajari, mengkaji al-Qur’an dan al-Hadits, atau lebih jauh memahami dan mengerti ajaran Islam sampai titik permasalahan mengenai hukum.

Tentunya realita tadi bisa dibuktikan lagi dengan masih banyaknya umat Islam yang hanya cukup apa kata ulama. mereka melaksanakan tanpa mau susah-susah mempermasalahkan benar tidaknya argumen yang mereka dapat.

Masalahnya, pemahaman masyarakat muslim yang keliru ini diperparah oleh kebijakan para orang tua untuk mengarahkan anak-anaknya kependidikan umum hingga Ilmu Agama dimarjinalkan guna meraih nilai-nilai duniawi. Padahal anak-anak mereka adalah generasi yang akan melanjutkan risalah Islam.

Mereka lebih bangga memiliki anak pandai berbahasa inggris dari pada berbahasa arab. Padahal pemahaman ilmu Agama tidak pernah lepas dari Bahasa Arab. Bahkan semakin parah ketika anak-anak mereka tidak bisa membaca al-Qur’an, mereka para orang tua tidak lebih perhatian seperti perhatiannya untuk memanggil guru privat bahasa Indonesia bagi anaknya. Walaupun memang ilmu-ilmu umum pun perlu diberikan kepada mereka guna menambah wawasan. Namun jikalau ilmu agama di kesampingkan bahkan dinomor duakan hingga kenyataan ini sudah meluas diseluruh umat islam, maka suatu saat kita akan sulit sekali mendapatkan para ulama yang dapat menyelesaikan permasalahan umat.

Layaknya kita musafir di tengah padang pasir yang kehausan, ulama adalah Oasenya. Lalu jikalau Oase yang kita cari tidak kunjung ketemu, apakah kita sanggup meneruskan perjalanan yang begitu jauh tanpa tenaga tersisa hingga sampai ketempat yang kita tuju ?

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, ketika kita dapatkan hampir di setiap Pesantren-pesantren yang banyak menampung para santri, kebanyakan dari mereka adalah manusia-manusia sisa. Dimana Pesantren dijadikan alternatif kedua setelah mereka tidak lulus tes masuk di sekolah-sekolah umum unggulan atau perguruan tinggi. Alhasil, .. Pesantren sebagai Pabriknya Ilmu agama seolah-olah menghasilkan para Ulama yang terlahir dari manusia-manusia sisa, yang tidak ditopang oleh akalnya yang kuat dan tajam, jiwanya yang teguh menghujam kemaksiatan.

Hingga dari jumlah Ulama yang sangat minim kita dapatkan sebagian besar dari mereka adalah Ulama-ulama yang terlahir dari manusia-manusia sisa tadi. Sedangkan manusia-manusia luar biasa “super” telah lepas dan luput dari perhatian kita, bahkan semakin jauh dari Ilmu Agama. Hingga kepandaian mereka diarahkan pada ilmu-ilmu umum guna mengejar nilai-nilai materialis. Bahkan dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam guna menyerang dari dalam. Hingga muncul pemikiran-pemikiran yang dipertuhankan. Mereka lebih bangga pada pemikiran mereka daripada harus menerima dogma ajaran Islam yang tidak mereka fahami secara akal. Sekalipun mereka faham, namun dengan begitu mudah mereka putar balikan fakta kebenaran dengan kecemerlangan otak mereka hingga rivalnya tidak bisa berkutik ditengah perhelatannya.

Bahkan kalau kita jujur berapa pesantrenkah dari sekian banyak pesantren yang tersebar diseluruh pelosok negri ini, yang benar-benar menerapkan kurikulum berbasis agama tanpa dicemari oleh kurikulum lain yang sedikit telah menggeser kurikulum inti yang ada dipesantren ? minim sekali. Tidak lebih dari 5 % yang masih mengkhususkan diri membina dan mengarahkan para santrinya pada Ajaran Islam.

Disatu sisi minimnya Ulama sekaliber Bukhori kita rasakan, tapi disisi yang lain gelar keulamaan pada saat ini begitu mudah didapat oleh siapa saja. Tergantung masyarakat menilai. Hanya dengan bisa ngomong saja soal agama walaupun sepatah dua patah kata, di tunjang dengan penampilan yang meyakinkan, orang dapat meraih gelar ulama dengan mudah tanpa harus bersusah payah masuk Pesantren 6 tahun lamanya.

Tidak sedikit para ulama yang berasal dari kalangan artis dan pelawak ikut memeriahkan da’wah dipentas dunia ini. Bahkan yang berasal dari Muallafpun mengisi deretan para ulama yang ada dimasa kini. Itu baru sebagian dari para ulama yang kita kenal. Belum lagi para ulama yang belum kita kenal. mereka yang ada di mesjid-mesjid, pesantren-pesantren, dan seluruh daerah yang ada pelosok-pelosok negri. dari manakah latar belakang mereka? dari sekian jumlah ulama itu dapat kita hitung sebagian besar mereka bukanlah jebolan hasil didikan Pesantren dengan kurikulum agama yang utuh. Namun justru mereka yang terlahir dari pendidikan umum, bahkan diantara mereka ada yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan sedikitpun. Maka dengan begitu terciptalah “Ulama yang terlahir dari manusia-manusia sisa”

Kenyataan ini tidaklah penulis sayangkan, karena da’wah adalah sebuah tuntutan bagi siapapun selama dia itu muslim. Selama mereka itu mampu untuk berda’wah tanpa melihat latar belakang mereka, kenapa tidak? hanyalah ketidak setujuan itu baru bisa kita benarkan manakala kita dapatkan diantara mereka itu yang berda’wah tanpa memiliki dasar yang kuat secara Qur’an dan Sunnah. titik.

Namun dari sekian jumlah para ulama itu, harus ada diantara mereka yang terlahir dari manusia-manusia super yang memiliki kecerdasan yang terlihat semenjak kecil dan diarahkan untuk mempelajari Ilmu Agama secara continue. Dibimbing dan disekolahkan kepesantren.

Para orang tua yang memiliki anak-anak yang cerdas harus ada satu diantara anak-anak mereka untuk di hibahkan ke Pesantren guna melayani Umat Islam yang sedang linglung ditelan arus.

Jangan sampai terjadi,.. cita-cita orang tua dan sang anak yang cerdas untuk masuk ke Pesantren kandas, .. ! hanya karena sayang sang anak yang memiliki izajah dengan nilai yang tinggi tidak dipakai untuk masuk sekolah negri.

Idealnya, sebuah Pesantren seharusnya memiliki kekhususan dengan satu wujud serta memiliki daya jual yang tak bisa ditawar-tawar oleh pembeli dengan sistem kurikulum agama yang siap mencetak para ulama-ulama dari manusia-manusia super. Dan ini harus di dukung oleh para orang tua yang memiliki anak yang pintar, cerdas dan jenius untuk disekolahkan di Pesantren dan diarahkan khusus untuk mengkaji Ilmu Agama hingga dikemudian hari terlahir para ulama sekaliber al-bukhori dan muslim. Namun melihat kondisi sekarang, harapan itu sepertinya masih tertutup kabut yang sangat tebal walau sebenarnya dekat tuk diraih.

Ulama laksana bola lampu memancarkan cahaya yang menerangi sekelilingnya. Namun perlu kita sadar bahwa terang tidaknya ruangan tergantung pada kualitas bola lampu tersebut. Begitupun figur seorang ulama. Baik tidaknya suatu tatanan masyarakat tergantung kualitas ulama yang mereka miliki.

Minimnya jumlah ulama juga kita rasakan manakala mereka pada meninggalkan alam dunia ini satu persatu dengan bergesernya waktu. Ini merupakan kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri dimana taqdir kematian tidak pernah memandang bulu. Dengan kematian mereka, umat Islam pada hakekatnya sangat dirugikan. Namun sebenarnya kerugian itu bisa diminimalisir manakala pengkaderan sejak dini dari sekian juta jiwa anak yang lahir dari umat Islam harus ada sebagaian para orang tua mengarahkan anak mereka yang pintar dan jenius untuk mengkhususkan diri mengkaji ilmu agama sebagai manifestasi umat Islam dikemudian hari. Hingga tercipta Ulama yang benar-benar seorang ulama yang faham betul akan ajaran Islam yang dikajinya untuk meneruskan langkah-langkah para ulama yang telah meninggalkan kita.

Minimnya jumlah para ulama adalah sebuah kenyataan. Kenyataan ini akan sangat kita rasakan pula manakala kita tidak mendapatkan para penghafal Qur’an menjamur dinegri kita yang mayoritas muslim seperti menjamurnya pada masa-masa kekhalifahan.. Hanya karena al-Qur’an pada saat ini mudah kita dapatkan dalam mushaf begitu mudahnya alasan tuk tidak menghafal itu di pegang. Memang kita setuju bahwa pemahaman lebih penting dari hafalan. Namun lebih penting lagi jikalau hafalan disertai pemahaman daripada berpijak diatas pemahaman saja.

Dampak dari demikian adalah sulitnya orang mencari imam dalam shalat. Rasulullah bersabda : “Diantara tanda-tanda kiamat adalah orang-orang yang berada dalam mesjid saling dorong karena tak ada yang mengimami mereka” (HR. Abu Daud)

Dan para penghafal Hadits sebagai pemelihara Sunnah. seperti didapatkannya pada jaman para shahabat Nabi hingga para taabiien.

Sejatinya, Ulama menjadi panutan masyarakat guna memberikan bimbingan akan ajaran Islam yang benar. Menasehati, mengarahkan, mengingatkan bahkan menegur. Namun karena kualitas para ulama yang sangat minim, ulama sebagai panutan masyarakat tidak tampak dilapangan. Mereka dimata masyarakat sekarang sudah hilang kehormatan dan kewibawaannya.

Fenomena yang demikian menjadikan banyak para ulama yang sudah tidak didengar dan diturut lagi akan nasehatnya dengan diacuhkan begitu saja tanpa kesan yang berbekas dihati pendengar.

Wallahu a’lam bishshowab.